Naskah ini akan dibacakan saat Wisuda Tasyakuran alumni Nurul Fikri Boarding School Bogor angkatan ke-5. Semoga bermanfaat.
===
Namanya Masyhudul Haq, beliau hidup pada abad ke-19,
Saat itu beliau adalah seorang remaja pribumi yang dengan kecerdasannya, merupakan sebagian kecil warga Sumatra Barat yang berkesempatan mengikuti pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1892, sekolah khusus anak-anak Eropa bentukan Belanda. Tidak hanya ikut bersekolah disana, prestasinya menjadi siswa terbaik akhirnya menempatkannya pada sekolah lanjutan yang bernama Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia (Jakarta). Ketika menyelesaikan studinya, Ia juga berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda (nama negara Indonesia saat itu).
Masyhudul Haq merasa sedih ketika kaumnya tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Ditindas dan diperas oleh penjajah, sehingga tertutup aksesnya dari kesejahteraan dan kemerdekaan. Lalu dengan cara apa hal itu dapat diubah ?, Masyhudul Haq meyakini bahwa dengan pendidikan lah, nasib bangsanya akan berubah. Dari pendidikan lah, “obor” semangat juang menggapai kemerdekaan akan makin bercahaya dan terang benderang.
Masyhudul Haq merupakan segelintir orang yang sadar pendidikan, bahwa dengan keteguhannya belajar, akan merubah wajah bangsanya yang masih terjajah dimasa depan. Kebodohan harus diperangi dan wajib diberangus sampai ke akar-akarnya.
Kegigihannya belajar juga nampak pada kemampuannya menguasai 7 hingga 9 bahasa asing. Pada masanya, hal ini tentu saja adalah kemampuan luar biasa yang tidak mudah untuk ditiru siapapun. Dengan kemampuan diplomasi internasionalnya, Masyhudul Haq menjadi Menteri Luar Negeri RI beberapa periode diawal kemerdekaan Republik Indonesia.
Masyhudul Haq inilah yang kita kenal sebagai Haji Agus Salim, Diplomat ulung yang berhasil memimpin tim delegasi Indonesia untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari negara Mesir, Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman.
Beliau dikukuhkan sebagai pahlawan Nasional RI pada tahun 1961.
Maka menjadi kewajiban kita semua, meneguhkan kembali semangat mencintai pengetahuan lalu menjadi bahan bakar perjuangan, termasuk kepada ananda sekalian yang nantinya akan menjadi alumni Nurul Fikri Boarding School Bogor.
Lalu apa hal yang disiapkan untuk menuju kesana ?
- Perintah agama ini untuk mendalami pengetahuan sudah menjadi mandat, tatkala hadirnya 5 ayat pertama QS Al – Alaq 1-5, dari Allah melalui Rasulullah SAW.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,”
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,”
الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ “Yang mengajar (manusia) dengan pena”
عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Perintah “bacalah” bahkan dimunculkan dua kali yang menandakan betapa penting nya kata kerja tersebut. Dan seyogyanya kita makin meyakini, bahwa perintah Allah selalu akan baik bagi hambaNya.
- Gairah untuk mendalami ilmu agama (tafaqquh fi ad-din) sudah seharusnya tidak mengabaikan ikhtiar dalam pengembangan sains. Mungkinkah para saintis dianggap sebagai para mujahidin di “medan perang” yang berada di jalan Allah? (QS At taubah :122).
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ
- Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.
Jika cacah kemunculan sebuah kata dalam Al-Qur’an menunjukkan tingkat kepentingannya, maka sains (‘ilm) dalam posisi yang sangat terhormat. ‘Ilm muncul sebanyak 105 kali, lebih banyak dibandingkan dengan penyebutan ad-din yang sebanyak 103 kali. Jika ini disepakati, maka kemajuan sains sekaligus Islam akan menunggu momentum emasnya.
Ilmu dan pengetahuan diperoleh dari ikhtiar, kerja keras dan tawakkal. Berhasil mengubah seonggok besi menjadi pedang yang tajam, dan batu laut menjadi mutiara. Mengubah menjadi mahal harganya. Ditempa tak henti, dipukul bertubi-tubi, dibakar berkali-kali, dan direndam sampai nyaris binasa.
Dalam kisah para santri Nurul Fikri Boarding School (NFBS) Bogor selama tiga tahun (atau enam tahun) perjuangannya menuntut ilmu di Pesantren, tak jarang kesulitan dihadapi. Mulai dari usaha beratnya bangun pagi, sholat tahajud, berjibaku menghafal berbaris-baris ayat tiap hari, berlembar referensi yang harus dibaca, manajemen organisasi yang padat agenda, sampai berpisah dengan keluarga pada puluhan purnama. Melatih disiplin, biasakan kemandirian, mengasah pemahaman, sampai dengan internalisasi kepemimpinan tidak bisa digapai dalam satu minggu atau dua minggu, apatah lagi satu atau dua hari.
Hal-hal inilah merupakan perjuangan yang menuntut pengorbanan, dan buahnya kadang-kadang baru terasa dalam rentang waktu yang lama. Sejatinya, ada yang sudah mulai terlihat dalam diri perubahannya, namun ada juga yang masih butuh waktu dan kesabaran, tidak hanya selama berada di NFBS Bogor, namun juga pada level pendidikan berikutnya.
Maka menjadi tugas para santri untuk senantiasa menjadi “santri”, walaupun sudah tidak lagi di NFBS Bogor. Tak pernah berhenti untuk belajar, menumbuhkan kompetensi, dan mengamalkan kebaikan apa-apa yang sudah dipelajari. Tidak hanya disitu, “santri” akan makin mulia, jika dalam dirinya tetap menjadi duta kebaikan, syiar Islam, mengamalkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW dalam kehidupan masyarakat.
Hari ini, merupakan bagian dari “monumen” perayaan sekaligus tahadduts bin ni’mah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT selama berpendidikan di NFBS Bogor. Setiap orang akan menyusun sejarah dan masa depannya sendiri, maka momen-momen kedepan setiap alumni merupakan rangkaian sejarah yang akan dituliskan dalam rangka menyambut masa depan. Tulislah dengan catatan dan karya terbaik, yang akan membuat bangga orang tua dan almamatermu.
Selama berjuang di NFBS Bogor, tentu saja tidak semua kenangan manis didapat, mungkin ada yang sedikit masam, ataupun pahit dirasa. Karena berjuang, berbeda dengan tamasya. Sebab berjuang, beragam rasa itu akan menjadi bumbu dan kenangan kehidupan, menjadi sejarah yang tak terlupakan dan hikmah bagi pemiliknya.
Semoga senantiasa tetap istiqomah dalam ketaatan, tak pernah berhenti menjadi duta kebaikan, dan akhirnya menjadi pemimpin masa depan panutan. Terima kasih.
Info Penting

Akses Youtube Channel Dedy Setyo Afrianto untuk beragam informasi penting lainnya. Jangan lupa subscribe, like dan komen.
Buku-buku dan karya Dedy Setyo Afrianto dapat juga diakses melalui https://s.id/bukudedy
More Stories
Cendekia Sebagai Cahaya
Hari Guru Nasional; Tantangan dan Harapan
Maulid Nabi dalam Perspektif Kepemimpinan