06/05/2024

dedysetyo.net

Berbagi Semangat, Menyebarkan Inspirasi..

Komponen Contextual Teaching and Learning (CTL) (tulisan ke-1 dari 2 tulisan)

Melanjutkan bahasan tentang Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai salah satu pendekatan belajar yang kontekstual dan bermakna, berikut saya tuliskan apa saja yang menjadi komponen dari CTL. Harapannya menggunakan panduan ini, CTL dapat dengan mudah diterapkan dalam kelas-kelas kita. Karena adanya 8 komponen, saya bagi menjadi 2 bagian (masing-masing 4 paparan) agar tidak terlampau panjang serta fokus dalam pembahasan. Apa sajakah komponennya ?

1. Konstruktivisme

Prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme meliputi membangun interpretasi peserta didik berdasarkan pengalaman belajar, menjadikan pembelajaran sebagai proses aktif dalam membangun pengetahuan tidak hanya sebagai proses komunikasi pengetahuan, kegiatan pembelajaran bertujuan untuk pemecahan masalah, pembelajaran bertujuan pada proses pembelajaran itu sendiri, bukan pada hasil pembelajaran, pembelajaran berpusat pada peserta didik, dan mendorong peserta didik dalam mencapai tingkat berpikir yang lebih tinggi (Warsita (2009 : 90).

Adalah Piaget yang mengembangkan teori ini. Menurutnya, bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Peserta didik, bukanlah seperti wadah kosong yang bisa dijejali dengan berbagai indoktrinasi pengetahuan oleh guru. Peserta didik sebenarnya mempunyai kemampuan dalam menyusun gagasan atau pengetahuan berdasarkan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Gagasan atau pengetahuan yang disusun oleh peserta didik akan menjadi pengetahuan yang bermakna dan tidak mudah dilupakan. Oleh karena itu, guru hanya sebagai fasilitator, dengan cara merekayasa kondisi tertentu agar proses belajar dapat berlangsung. Dalam belajar harus diciptakan lingkungan yang mengundang atau merangsang perkembangan otak/kognitif perserta didik. Dengan demikian, model pembelajaran CTL  melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan krratif dalam mencari dan menganalisis informasi secara mandiri, sehingga mampu memberdayakan peserta didik untuk belajar sendiri.

2. Menggali Infromasi (Inquiry)

See also  Journey Notes Consultant For Change (C4C) Part2

Menurut Kourilski Marilyn (dalam Oemar Hamalik (2004 : 220), pengajaran berdasarkan inquiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok siswa inquiri ke dalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas. Pengajaran inquiri dibentuk atas dasar penemuan (discovery). Dalam inquiri, seseorang bertindak sebagai seorang ilmuan (scientist), melakukan eksperimen, dan mampu melakukan proses mental inkuiri seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alami, merumuskan masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang pendekatan investigative, melaksanakan eksperimen, mensintesiskan pengetahuan, serta memiliki sikap ilmiah.

Dalam upaya memunculkan kemampuan-kemampuan tersebut, maka model pembelajaran CTL  menggunakan pengajaran berbasis problem (problem based learning). Siswa ditantang untuk berpikir kritis untuk memecahkan berbagai masalah yang sebelumnya dimunculkan sebagai masalah bersama. Pengajaran berbasis masalah akan memberikan makna secara personal dan sosial bagi siswa.

3. Bertanya (Questioning)

Bertanya  (Questioning)  merupakan strategi utama dalam pembelajaran CTL. Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.

Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi ide-ide. Pertanyaan-pertanyaan spontan yang diajukan siswa dapat digunakan untuk merangsang siswa berfikir, berdiskusi, dan berspekulasi. Guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

4. Kerjasama (Cooperative Learning)

Model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal (Isjoni, 2009). Siswa dibiasakan  untuk saling belajar dalam satu kelompok, dan saling berbagi (share) pengetahuan. Siswa yang memiliki kecepatan belajar tinggi dari lain dapat menjadi  fasilitator bagi siswa yang lain.

See also  Video; Meningkatkan Pembelajaran Melalui Gambar Bergerak (tulisan 4 dari 4 tulisan--habis)

Dalam pembelajaran CTL kerjasama yang dimaksud tidak sebatas di ruang-ruang kelas, melainkan melibatkan seluruh pihak sebagai satu kesatuan masyarakat belajar (learning community). Dengan demikian, masyarakat turut dilibatkan dalam proses pembelajaran yang diselenggarakan sekolah. Misalnya, sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja.